Sekarang banyak sekali penjualan secara online atau
bisa di sebut dengan perdagangan online (e-commerce) tapi tidak semua produsen
itu jujur dengan hasil dagangnya, ada pula yang berbohong atau menipu. Penipuan
secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional. Yang
membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem
Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara
hukum, penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik
konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”).
Banyak kalangan remaja melakukan pembelian
baju maupun barang secara online karena menurut kalangan remaja kualitas dari
bahan online sangat bagus maupun menarik dari modelnya padahal semua itu belum
tentu dengan apa yang di inginkan. Seperti pembelian baju secara online, kita
tertarik akan model baju dan harga yang ditawarkan oleh pihak penjulan secara
online. Pada saat kita memesan barang tersebut, kita yakin akan kualitas barang
tersebut. akan tetapi pernah terjadi suatu masalah tentang barang yang dikirm
tidak sesuai dengan gambar yang ada diwebsite online tersebut. Sehingga banyak
kalangan masyarakat yang kurang percaya akan produk yang ditawarkan oleh pihak
penjual. Permasalahan yang sering terjadi yaitu pada ukuran baju yang tidak
sesuai dengan yang dipesan, kualitas baju yang tidak sesuai gambar yang
diinginkan, adanya kerusakan baju yang pihak penjual tidak mau bertanggung
jawab akan kerusakan tersebut.
Bisnis online sudah tidak asing lagi
di kalangan masyarakat, remaja sering melakukan pembelian secara online karena
barang yang dijual jarang ditemuin di pasar maupun di Mall. Akan tetapi kita
perlu waspada akan penipuan yang juga sering terjadi di internet. Seperti pada
saat pembelian online banyak pihak pembeli yang tertipu karena pada saat uang
yang sudah dikirim, ternayat barang yang di pesan tak kujung datang. Maka
dengan itu kita juga harus berhati-hati dalam membeli produk yang dijual secara
online. Pada saat kerusakan yang terjadi, banyak pihak penjual yang tidak
peduli akan kerusakan tersebut karena mereka hanya mengejar untung bukan
kepuasan pembelian.
Analisa
Dari Sudut Pandang Etika :
·
Konsumen : konsumen hanya bisa merasa puas
terhadap suatu produk yang dibeli mereka secara online padahal barang yang
diterima mereka tidak sesuai dengan keinginan maupun pesanannya.
·
Produsen : Produsen banyak yang tidak mau
bertanggung jawab atas kerusakan barang yang dibuat oleh mereka sendiri karena
mereka lebih mementingkan keuntungan terhadap suatu pembelian produk
dibandingkan kepuasan pembeli.
Dasar
hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini adalah Pasal 378
KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama
4 tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”),
maka pasal yang dikenakan adalah Pasal 28 ayat (1), yangberbunyi sebagai
berikut:
(1) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar
(Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Untuk pembuktiannya, APH bisa menggunakan bukti elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5 ayat (2) UU ITE, di
samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bunyi Pasal 5 UU ITE:
(1) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah.
(2) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia
Sebagai catatan, beberapa negara
maju mengkategorikan secara terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online
(computer related fraud) dalam ketentuan khusus cyber crime.
Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang ada saat ini belum memuat pasal
khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”. Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini
bersifat general/umum dengan titik berat perbuatan “penyebaran berita bohong
dan menyesatkan” serta pada “kerugian” yang diakibatkan perbuatan
tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tersebut adalah untuk memberikan
perlindungan terhadap hak-hak dan kepentingan konsumen. Disini ada UU untuk
perlindungan konsumen yaitu, Di indonesia undang-undang perlindungan konsumen
diatur dalam UU No. 8 tahun 1999.
Hak-hak konsumen diatur dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 1999. Hak-hak yang
dimaksud adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Undang-undang Ini belum berjalan
lancar karena masih ada produk-produk di Indonesia yang dapat di jual bebas
padahal mereka menggunakan bahan berbahaya untuk para konsumennya (penipuan).
Selain konsumen memiliki hak-haknya, konsumen juga memiliki kewajibannya
yang diatur dalam pasal 5 UU No 8 Tahun 1988 tentang Perlindungan Konsumen :
- Membaca,mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian.
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
- Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
- Mengikuti upaya penyesuaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
sumber:
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f814bf6c2ca4/cara-penyidik-melacak-pelaku-penipuan-dalam-jual-beli-online
http://ervinanana.blogspot.com/2012/04/pelaksanaan-undang-undang-perlindungan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar