Sistem Jaminan Sosial Nasional
(national social security system) adalah sistem penyelenggaraan program
negara dan pemerintah untuk memberikan perlindungan sosial, agar setiap
penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, menuju terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia. Jaminan social
diperlukan apabila terjadi hal-hal yang tidak dikehendaki yang dapat
mengakibatka hilangnya atau berkurangnya pendapatan seseorang, baik karena
memasuki usia lanjut atau pensiun, maupun karena gangguan kesehatan,
cacat, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.
Sistem Jaminan Sosial Nasional disusun dengan
mengacu pada penyelenggaraan jaminan sosial yang berlaku universal dan telah
diselenggarakan oleh negara-negara maju dan berkembang sejak lama.
Penyelenggaraan jaminan sosial di berbagai negara memang tidak seragam, ada
yang berlaku secara nasional untuk seluruh penduduk dan ada yang hanya
mencakup penduduk tertentu untuk program tertentu. Secara universal, pengertian
jaminan sosial dapat dijabarkan seperti beberapa definisi yang dikutip berikut
ini.
- Menurut Guy Standing (2000)
Social security,is a system for
providing income security to deal with the contingency risks of life –
“sickness, maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and
death; the provision of medical care, and the provision of subsidies for
families with children”.
- ILO Convention 102
Social security is the protection
which society provides for its members through a series of public measures:
a.
to offset the absence or substantial reduction of
income from work resulting from various contingencies (notably sickness,
maternity, employment injury, unemployment, invalidity, old age and death of
the breadwinner) 2
b. to
provide people with health care; and
c. to
provide benefits for families with children
Dasar Hukum
- Dasar Hukum pertama dari Jaminan Sosial ini adalah UUD 1945 dan perubahannya tahun 2002, pasal 5, pasal 20, pasal 28, pasal 34.
- Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.
- TAP MPR RI no X/MPR/2001 yang menugaskan kepada presiden RI untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional.
- UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN
1. Asas jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Tujuan Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional
bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
3. Manfaat Jamsosnas
Manfaat program Jamsosnas yaitu
meliputi jaminan hari tua, asuransi kesehatan nasional, jaminan kecelakaan
kerja, dan jaminan kematian. Program ini akan mencakup seluruh warga negara Indonesia,
tidak peduli apakah mereka termasuk pekerja sektor formal, sektor informal,
atau wiraswastawan
4. Prinsip Jamsosnas
Sistem Jaminan Sosial Nasional
diselenggarakan berdasarkan pada prinsip :
a. kegotong-royongan;
b. nirlaba;
c. keterbukaan;
d. kehati-hatian;
e. akuntabilitas;
f. portabilitas;
g. kepesertaan bersifat
wajib;
h. dan amanat , dan
i. hasil pengelolaan Dana
Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta.
5. Paradigma Jamsosnas
Sistem jaminan
sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang
direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilar-pilar
itu adalah :
Pilar Pertama menggunakan meknisme
bantuan sosial (social assistance) kepada penduduk yang kurang mampu, baik
dalam bentuk bantuan uang tunai maupun pelayanan tertentu, untuk
memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan bantuan sosial dapat
bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat. Mekanisme 4 bantuan
sosial biasanya diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan, umpamanya penduduk miskin,
sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur.
Di Indonesia, bantuan sosial oleh Pemerintah
kini lebih ditekankan pada pemberdayaan dalam bentuk bimbingan,
rehabilitasi dan pemberdayaan yang bermuara pada kemandirian PMKS. Diharapkan
setelah mandiri mereka mampu membayar iuran untuk masuk mekanisme asuransi.
Kearifan lokal dalam masyarakat juga telah lama dikenal yaitu upaya-upaya
kelompok masyarakat, baik secara mandiri, swadaya, maupun gotong royong, untuk
memenuhi kesejahteraan anggotanya melalui berbagai upaya bantuan sosial,
usaha bersama, arisan, dan sebagainya. Kearifan lokal akan tetap tumbuh sebagai
upaya tambahan sistem jaminan sosial karena kearifan lokal tidak mampu menjadi
sistem yang kuat, mencakup rakyat banyak, dan tidak terjamin kesinambungannya.
Pemerintah mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat guna memenuhi
kesejahteraannya dengan menumbuhkan iklim yang baik dan berkembang, antara lain
dengan memberi insentif untuk dapat diintegrasikan dalam sistem jaminan sosial
nasional.
Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi
sosial atau tabungan sosial yang bersifat wajib atau compulsory insurance, yang
dibiayai dari kontribusi atau iuran yang dibayarkan oleh peserta. Dengan
kewajiban menjadi peserta, sistem ini dapat terselenggara secara luas bagi
seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya dan profesionalisme
penyelenggaraannya.
Dalam hal peserta adalah tenaga kerja di sektor
formal, iuran dibayarkan oleh setiap tenaga kerja atau pemberi kerja atau
secara bersama-sama sebesar prosentase tertentu dari upah. Mekanisme
asuransi sosial merupakan tulang punggung pendanaan jaminan sosial di
hampir semua negara. Mekanisme ini merupakan upaya negara untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimal penduduk dengan mengikut-sertakan mereka secara
aktif melalui pembayaran iuran. Besar iuran dikaitkan dengan tingkat
pendapatan atau upah masyarakat (biasanya prosentase tertentu yang tidak
memberatkan peserta) untuk menjamin bahwa semua peserta mampu mengiur.
Kepesertaan wajib merupakan solusi dari
ketidak-mampuan penduduk melihat risiko masa depan dan ketidak-disiplinan
penduduk menabung untuk masa depan. Dengan demikian sistem jaminan sosial juga
mendidik masyarakat untuk merencanakan masa depan. Karena sifat kepesertaan
yang wajib, pengelolaan dana jaminan sosial dilakukan sebesar-besarnya untuk
meningkatkan perlindungan sosial ekonomi bagi peserta. Karena sifatnya yang wajib,
maka jaminan sosial ini harus diatur oleh UU tersendiri.
Di berbagai negara yang telah menerapkan
sistem jaminan sosial dengan baik, perluasan cakupan peserta dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat dan pemerintah serta kesiapan
penyelenggaraannya. Tahapan biasanya dimulai dari tenaga kerja di sektor
formal (tenaga kerja yang mengikatkan diri dalam hubungan kerja), selanjutnya
diperluas kepada tenaga kerja di sektor informal, untuk kemudian mencapai
tahapan cakupan seluruh penduduk.
Upaya penyelenggaraan jaminan sosial sekaligus
kepada seluruh penduduk akan berakhir pada kegagalan karena kemampuan pendanaan
dan manajemen memerlukan akumulasi kemampuan dan pengalaman. Kelompok penduduk
yang selama ini hanya menerima bantuan sosial, umumnya penduduk miskin, dapat
menjadi peserta program jaminan sosial, dimana sebagian atau
seluruh iuran bagi dirinya dibayarkan oleh pemerintah. Secara
bertahap bantuan ini dikurangi untuk menurunkan ketergantungan kepada
bantuan pemerintah. Untuk itu pemerintah perlu memperhatikan perluasan
kesempatan kerja dalam rangka mengurangi bantuan pemerintah membiayai iuran
bagi penduduk yang tidak mampu.
Pilar Ketiga menggunakan mekanisme
asuransi sukarela (voluntary insurance) atau mekanisme tabungan sukarela yang
iurannya atau preminya dibayar oleh peserta (atau bersama pemberi kerja) sesuai
dengan tingkat risikonya dan keinginannya. Pilar ketiga ini adalah jenis
asuransi yang sifatnya komersial, dan sebagai tambahan setelah yang bersangkutan
menjadi peserta asuransi sosial. Penyelenggaraan asuransi sukarela
dikelola secara komersial dan diatur dengan UU Asuransi.
Program bantuan sosial untuk anggota masyarakat
yang tidak mempunyai sumber keuangan atau akses terhadap pelayanan yang dapat
memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bantuan ini diberikan kepada anggota
masyarakat yang terbukti mempunyai kebutuhan mendesak, pada saat terjadi
bencana alam, konflik sosial, menderita penyakit, atau kehilangan pekerjaan.
Dana bantuan ini diambil dari APBN dan dari dana masyarakat setempat.
Program asuransi sosial yang bersifat wajib,
dibiayai oleh iuran yang ditarik dari perusahaan dan pekerja. Iuran yang harus
dibayar oleh peserta ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan/gaji, dan
berdasarkan suatu standar hidup minimum yang berlaku di masyarakat.
Asuransi yang ditawarkan oleh sektor swasta
secara sukarela, yang dapat dibeli oleh peserta apabila mereka ingin mendapat
perlindungan sosial lebih tinggi daripada jaminan sosial yang mereka peroleh
dari iuran program asuransi sosial wajib. Iuran untuk program asuransi swasta
ini berbeda menurut analisis risiko dari setiap peserta.
- Penyelenggaraan Jaminan Sosial Di Indonesia
BPJS adalah
badan hukum bersifat nirlaba yang harus dibentuk dengan undang-undang
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Secara teoritis BPJS merupakan badan hukum
yang ingesteld (dibentuk) oleh open baar gezag
(penguasa umum) dalam hal ini oleh pembentuk undang-undang dengan
undang-undang.
Di Indonesia sebenarnya telah ada beberapa
program jaminan sosial yang diselenggarakan dengan mekanisme asuransi sosial
dan tabungan sosial, sesuai dengan definisi yang tersebut terdahulu, namun
kepesertaan program tersebut baru mencakup sebagian dari masyarakat yang
bekerja di sektor formal. Sebagian besar lainnya, terutama yang bekerja
di sektor informal, belum memperoleh perlindungan sosial. Selain itu,
program-program tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang
adil pada peserta dan manfaat yang diberikan kepada peserta masih
belum memadai untuk menjamin kesejahteraan mereka.
Pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya
bahwa program jaminan sosial yang ada mempunyai keterbatasan. Berdasarkan
kesadaran akan keterbatasan tersebut dan adanya mandat Ketetapan MPR RI nomor
X/MPR/2001 kepada Presiden RI untuk mengembangkan SJSN dalam rangka
memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu, Presiden mengambil
inisiatif menyusun SJSN. SJSN disusun berlandaskan prinsip-prinsip yang
mampu memenuhi keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak (equity egaliter),
transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak.Prinsip
equity egaliter merupakan suatu bentuk keadilan sosial yang dicita-citakan
dimana setiap penduduk harus dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (yang
layak) tanpa memperhatikan kemampuan ekonominya. Dalam bidang kesehatan,
prinsip ini diwujudkan dengan menjamin agar semua penduduk yang sakit
mendapatkan pengobatan atau pembedahan yang dibutuhkan meskipun ia miskin.
SJSN ini terutama akan didasarkan pada mekanisme
asuransi sosial dan karenanya anggaran belanja negara yang dialokasikan
untuk kesejahteraan pada akhirnya akan semakin berkurang. Bagi penduduk yang
tidak mampu, sebagian atau seluruh iuran akan dibayarkan oleh pemerintah, sesuai
dengan tingkat ketidak-mampuan penduduk. Presiden, dalam Pidato di hadapan
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 2002,
telah menyampaikan bahwa konsep SJSN tersebut sedang disusun oleh Tim SJSN yang
dibentuk oleh Pemerintah RI dengan Keppres No. 20 tahun 2002. Astek,
Jamsostek telah menyelenggarakan jaminan sosial sejak tahun 1978
– 1993, mencakup sebagian tenaga kerja sektor formal dan hanya
menyelenggarakan Jaminan Kecelakaan Kerja. Sebagian besar tenaga kerja
lainnya yang bekerja di sektor informal (tenaga kerja di luar hubungan kerja,
seperti nelayan, petani dan pedagang sayur, kios, pedagang sate, baso,
gado-gado, warteg, dll) belum memperoleh perlindungan sosial dan formal
sampai saat ini karena memang undang-undangnya belum menyediakan peluang untuk
itu.
Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan
sosial dan mencakup program yang lebih lengkap adalah UU Nomor 3 tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diselenggarakan oleh PT
Jamsostek. Sampai saat ini penyelenggaraan Jamsostek baru mencakup
sekitar 12 juta peserta aktif dari sekitar 31 juta tenaga kerja di sektor
formal (Standing, 2000.).
Selain PT Jamsostek, beberapa Badan Penyelenggara
telah melaksanakan program jaminan sosial secara parsial sesuai dengan misi
khususnya berupa program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Karyawan Negeri yang
dikelola oleh PT ASKES Indonesia, Jaminan Hari Tua dan Pensiun Karyawan Negeri
dikelola PT TASPEN dan jaminan sosial bagi TNI-Polri yang dikelola oleh PT
ASABRI.
Karyawan Negeri, pensiunan karyawan negeri,
pensiunan TNI-Polri, Veteran, dan anggota keluarga mereka menerima jaminan
kesehatan yang dikelola PT Askes berdasarkan PP No. 69/91. Selain itu karyawan
negeri yang memasuki masa pensiun mendapatkan jaminan pensiun yang dikelola
oleh program Tabungan Pensiun (TASPEN) berdasarkan PP No. 26 tahun 1981.
Anggota TNI-Polri dan PNS Departemen Pertahanan mendapat jaminan hari tua,
cacat, dan pensiun melalui program ASABRI berdasarkan PP No. 67 tahun 1991.
Karyawan Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri dan PNS Dephan memperoleh
jaminan pensiun melalui anggaran negara (pay as you go).
Dengan demikian, sebagain besar program pensiun karyawan
negeri, TNI, dan Polri tidak didanai dari tabungan karyawan sehingga sangat
bergantung pada anggaran belanja negara. Kontribusi pemerintah, dari
APBN, untuk dana pensiun karyawan negeri, tentara, dan anggota polisi–yang
merupakan suatu bentuk tunjangan karyawan atau employment benefits– akan terus
membengkak dan memberatkan APBN, jika tidak ditunjang dengan peningkatan iuran
dari karyawan. Selain itu, tidaklah adil jika dana APBN yang berasal dari pajak
akan tersedot dalam jumlah besar bagi pendanaan pensiun karyawan negeri,
tentara dan anggota polisi saja. Penyelenggaraan dana pensiun yang adil dan
memadai yang didanai bersama (bipartit) antara pekerja sendiri dan pemberi
kerja, terlepas dari status karyawan negeri atau swasta atau usaha sendiri
(self-employed) merupakan sebuah sistem yang lebih berkeadilan dan lebih terjamin
kesinambungannya.
Sebenarnya dana Pensiun yang dikelola PT Taspen
terdiri atas 14% dana dari iuran PNS dan 86% dari APBN. Cakupan beberapa skema
jaminan sosial yang ada (Askes, Taspen, Asabri, Jamsostek) baru diperuntukan
bagi 7,8 juta tenaga kerja formal dari 100,8 juta angkatan kerja (BPS, 2003).
Baru 12 juta tenaga kerja formal kini aktif sebagai peserta PT Jamsostek. Di
negara-negara tetangga kepesertaan tenaga kerja yang memperoleh jaminan sosial
sudah mencakup seluruh tenaga kerja formal. Khusus dalam program asuransi
kesehatan sosial dengan pembiayaan dari publik, Indonesia jauh tertinggal karena
baru menjamini 9 (sembilan) persen dari jumlah penduduknya
Sedangkan dalam program jaminan hari tua/pensiun,
jaminan sosial di Indonesia
baru mencapai maksimal 20 persen dari total pekerja sektor formal.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya cakupan kepesertaan
program jaminan sosial sekarang ini terjadi karena program tersebut belum
sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada para peserta dan
manfaat yang diberikan kepada peserta belum memadai untuk menjamin
kesejahteraannya (Thabrany dkk, 2000).
Selain itu program jaminan sosial di Indonesia belum mampu meningkatkan pertumbuhan
dan menggerakan ekonomi makro karena porsi dana Jaminan Sosial terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia
masih sangat kecil (Purwoko, 2001).
Dari berbagai permasalahan yang berkembang saat
ini, kendala utama pengembangan program jaminan sosial di Indonesia dapat di identifikasi
sebagai berikut :
1. Belum
adanya konsep dan undang-undang tentang SJSN yang komprehensif, terpadu, dan
memberikan manfaat yang layak yang mampu menjangkau seluruh penduduk.
2. Pelayanan
dari lembaga jaminan sosial yang ada dirasakan perlu ditingkatkan, baik dari
segi besaran manfaat yang diterima maupun dari segi mekanisme perolehan
manfaat.
3. Pengelolaan
administrasi dan pelayanan kurang efisien dan kurang baik yang menyebabkan
sering terjadinya keluhan peserta dan rendahnya tingkat kepuasan peserta.
4. Selama
ini program jaminan sosial tidak didukung oleh perangkat penegak hukum yang
konsisten, adil dan tegas, sehingga belum semua tenaga kerja memperoleh
perlindungan yang optimal.
5. Adanya
intervensi pejabat pemerintah terhadap penggunaan dana program jaminan sosial
yang ada saat ini berdampak pada kurang optimalnya manfaat program dan
menimbulkan keresahan dan rasa tidak puas di kalangan para peserta.
6. Seluruh
badan penyelenggara jaminan sosial yang ada merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) berbentuk Persero yang harus mencari keuntungan dan menyetorkan deviden
ke Pemerintah dan bukan memaksimalkan manfaat sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.
7. Beberapa
prinsip universal asuransi sosial, belum diterapkan secara konsisten
Dapat disimpulkan bahwa BPJS ada 4, yaitu :
a. Perusahaan
Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK);
b. Perusahaan
Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Karyawan Negeri (TASPEN);
c. Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI); dan
d. Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES);
- Hal – hal yang ditanggung oleh Jamsosnas
1. Jaminan Hari Tua
Program jaminan hari tua (JHT)
adalah sebuah program manfaat pasti (defined benefit) yang beroperasi
berdasarkan asas “membayar sambil jalan” (pay-as-you-go). Manfaat pasti program
ini adalah suatu persentasi rata-rata pendapatan tahun sebelumnya, yaitu antara
60% hingga 80% dari Upah Minimum Regional (UMR) daerah di mana penduduk
tersebut bekerja. Setiap pekerja akan memperoleh pensiun minimum pasti sejumlah
70% dari UMR setempat.
2. Jaminan Kesehatan
Program Jaminan Kesehatan Sosial
Nasional (JKSN) ditujukan untuk memberikan manfaat pelayanan kesehatan yang
cukup komprehensif, mulai dari pelayanan preventif seperti imunisasi dan
Keluarga Berencana hingga pelayanan penyakit katastropik seperti penyakit
jantung dan gagal ginjal. Baik institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun
swasta dapat memberikan pelayanan untuk program tersebut selama mereka
menandatangani sebuah kontrak kerja sama dengan pemerintah.
Contoh Kasus
Demo buruh tolak Sistem Jaminan Sosial Nasional
Diperbaharui 23 November 2012, 9:15 AEST
Hingga 10,000 buruh turun ke jalan di Jakarta memrotes upah yang rendah dan Sistem
Jaminan Sosial Nasional yang memotong upah mereka untuk pelayanan kesehatan.
Hampir 20,000 polisi dan tentara dikerahkan di Jakarta untuk menjaga demonstrasi yang diselenggarakan
oleh serikat-sekitar buruh Indonesia
itu.Pihak serikat buruh mengatakan, Sistem Jaminan Sosial Nasional seharusnya tanggung-jawab pemerintah dan para buruh seharusnya tidak diwajibkan menyumbang dua persen dari upah mereka untuk dana tersebut.
Pemimpin Umum koran Sinar Harapan, Aristides Katoppo, mengatakan, banyak buruh juga kuatir kontribusi mereka tidak diurus dengan benar oleh birokrasi.
"Satu alasannya adalah para buruh tidak percaya kalau birokrasi yang mengurus pemotongan upah akan menjalankan tugasnya dengan efisien dan efektif, mereka menuduh kemungkinan besar akan dikorupsi," katanya kepada Radio Australia.
Para
buruh juga menuntut kenaikan UMR dan implementasi kebijakan pemerintah untuk
melarang outsourcing.
Tuntutan ini juga menjadi fokus
pada aksi demo serupa pada awal Oktober, dimana lebih dari 2 juta buruh
melakukan aksi mogok di Indonesia.
Menurut Aristides Katoppo,
pemerintah perlu bertindak untuk menghapuskan persepsi sekarang ini bahwa
pemerintah lebih memperhatikan keprihatinan para majikan daripada buruh.
"Saya pikir pemerintah
seharusnya mengambil sikap yang tegas, menjelaskan kebijakannya dan pada waktu
yang sama menunjukkan bahwa mereka memberi perhatian yang sama atau peduli
dengan sudut pandang buruh, untuk berunding dengan buruh maupun majikan,"
katanya.
Analisis dari sudut pandang :
- Buruh:
Buruh/karyawan
merupakan salah satu hal yang terpenting di dalam suatu perusahaan. Tanpa
adanya mereka perusahaan tak akan ada apa-apanya. Buruh/karyawan hanya
menginginkan keadilan dan transparansi dari apa yang mereka kerjakan selama
ini. Mereka hanya menuntut apa yang seharusnya menjadi hak mereka dan apa yang
menjadi kewajiban bagi pemilik perusahaan tempat mereka bekerja. Karena dengan
adanya pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional ini mereka menganggap merasa
terbebani dengan system ini. Karena upah mereka harus dipotong lagi untuk
jaminan social ini tanpa adanya kenaikan upah yang mereka terima. Seharusnya
hal ini menjadi kewajiban perusahaan mereka dalam menjamin buruh atau karyawan
mereka.
- Majikan:
Dalam konteks
ini majikan/perusahaan seharusnya dapat memahami kondisi atau keadaan buruh/karyawan
mereka. Akan tetapi majikan/perusahaan menganggap bahwa untuk membayar biaya
jaminan social ini bukanlah kewajiban mereka lagi, karena ini merupakan
kewajiban pribadi yang dibebankan masing-masing kepada buruh/karyawan
perusahaan mereka. Seharusnya majikan/perusahaan membuat rapat pertemuan dengan
perwakilan buruh/karyawan mereka untuk menyelesaikan masalah ini agar dapat
menguntungkan kedua belah pihak.
- Pemerintah:
Pemerintah
harusnya dalam hal ini dapat menjadi penengah antara majikan/perusahaan dan
buruh/karyawan. Karena pemerintah merupakan pembuat kebijakan, seharusnya pemerintah juga mempertimbangkan kondisi atau
kedaaan buruh/karyawan. Jangan sampai keputusan/kebijakan yang diambil
pemerintah karena ada intervensi dari pihak-pihak tertentu yang mempunyai
kepentingan yang hanya menguntungkan satu belah pihak saja
Sumber